Pengakuan Blak-Blakan Eks Pasien Covid-19, Ini Penuturannya

Header Menu


Pengakuan Blak-Blakan Eks Pasien Covid-19, Ini Penuturannya

Admin
Sabtu, 20 Juni 2020



Pasuruan - Pasien yang dinyatakan sembuh dari Covid-19 angkat bicara soal penanganan tim gugus tugas Covid-19 Kota Pasuruan yang dinilai tidak terbuka soal hasil rapid tes dan swab. Juga penanganan sewaktu  isolasi mandiri yang tidak jelas standarnya, dan tidak ada penanganan pasca sembuh termasuk publikasi kesembuhan pasien.

Inilah curahan hati seorang korban corona dari Kelurahan Karanganyar. Ayu, ayah dan ibunya pernah divonis positif corona di pertengahan bulan Ramadhan lalu.

Ayu, panggilan keseharian Ayu Novelis bersama ibu dan ayahnya merasa  dijadikan kambing hitam  dengan ditetapkan positif corona di awal bulan Ramadhan lalu tanggal 20 Mei 2020.

Dia tidak diberi dokumen hasil tes swabnya dari rumah sakit atau laboratorium yang memeriksa swabnya. Dia hanya diberi tahu secara lisan oleh petugas yang katanya positif corona. Padahal dia dan ayahnya dalam kondisi tidak ada gejala Covid-19.

"Saya merasa dibohongi karena tidak ada bukti otentik hasil uji swab hingga saya dinyatakan positif korona. Saya di rapid dan di swab karena saya dan ayah sedang menunggu ibu yang sedang sakit. Tapi yang menjadi tanda tanya, dokumen hasil swab dari lab tidak pernah ditunjukan kepada saya, "kata Ayu, di rumahnya, Minggu (14/06).

Ayu menuturkan curahan batinnya itu akibat beban berat yang ditanggungnya karena cap yang disandangnya sebagai orang yang terjangkit korona menjadi stigma buruk di masyarakat. Walaupun dirinya sudah dinyatakan sembuh dibuktikan dengan selembar kertas yang ditulis oleh tim gugus tugas Covid-19, cap itu seolah tidak mau terhapus dari namanya dan keluarganya.

"Saya sekeluarga terpenjara sosial, Tetangga, teman bahkan saudara tidak satupun yang mendekat pada saya sekeluarga. Bukan mereka benci, tapi tidak tahu dan tidak yakin kalau saya sekeluarga sudah sembuh dari corona. Sebab, tidak pernah ada pengumuman atau berita yang memberitakan kesembuhan kami, "tuturnya.

Ketika  ibundanya berpulang ke Rahmatullah  tanggal 3 Juni 2020. Di hari yang sama dia dinyatakan negatif corona . Tetangga sekitar seolah takut melayat jenazah ibunya. Ayu berupaya meyakinkan warga dengan menunjukan surat keterangan negatif corona dari tim gugus tugas. Sampai-sampai surat keterangan sembuh tersebut oleh ayahnya ditempelkan di sebuah pohon di depan rumahnya. Barulah satu persatu warga datang untuk ngurusi jenazah hingga ke  pemakaman.

"Tidak hanya saat ibu meninggal dunia, ketika saya mendaftarkan anak saya ke sekolah TK, saya merasakan stigma buruk seorang korban corona masih menjadi momok dimasyarakat. Ketika tahu saya warga Kelurahan Karangannyar  yang pernah terjangkit corona, anak saya tidak diterima di sekolah TK itu. Untungnya sekolahTK lainnya mau menerima anak saya. "Jlentreh Ayu.

Sebetulnya, derita terpenjara sosial yang dialaminya pasca dinyatakan sembuh, hanya sebagian dari perjalanan deritanya. Bagian lain yang tidak kalah pedih ketika menjalani isolasi mandiri. Dia sekeluarga ayah, ibu, nenek dan ketiga anaknya yang masih balita harus pisah dari warga sekitar, teman dan saudaranya selama 14 hari. Janji pemerintah pusat yang akan membantu korban Covid-19 mulai dari biaya rumah sakit hingga kebutuhannya, sudah ramai tayang di televisi. Berita itu menyejukkan pikirannya.

Akan tetapi, faktanya sangat berbeda. Ayu sekeluarga setiap hari hanya mendapat jatah nasi kotak sebanyak jumlah keluarganya selama 14 hari dan obat. Namun, tiga anak balitanya yang masih butuh susu dan pampers tidak bisa dipenuhinya. Belum lagi ibunya yang sakitnya semakin parah juga membutuhkan pampers dan kebutuhan lainnya. Ayu tidak bisa berbuat apa-apa dan hanya bisa menangisi kondisi anak dan ibunya.

Dia sebagai penopang ekonomi keluarga tidak bisa lagi bekerja akibat isolasi tersebut. Tabungannya habis untuk biaya pengobatan ibundanya. Penderitanya  semakin lengkap ketika dia pun luput dari program  bantuan sosial dan ekonomi dampak corona dari pemerintah.

"Menyandang cap orang yang yang pernah terjangkit corona lebih berat ketimbang cap seorang teroris, "pungkasnya.

Disisi lain, jurubicara tim gugus tugas percepatan penanganan Covid-19 dr. Shierl    (bowo)